Pernahkah kamu merasa sangat tertekan, cemas berlebihan, atau kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya kamu sukai? Jika ya, bisa jadi kamu sedang mengalami tekanan mental atau mental distress.
Tekanan mental adalah kondisi yang lebih luas dari gangguan mental, di mana seseorang mengalami berbagai gejala yang mengganggu kehidupan internal, emosi, perilaku, dan hubungan dengan orang lain.
Tekanan mental bisa dialami oleh siapa saja, dari berbagai usia dan latar belakang. Menurut data, 1 dari 4 orang di Inggris mengalami masalah kesehatan mental setiap tahunnya. Sementara di Indonesia, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur ≥15 tahun mencapai 9,8% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Gejala Tekanan Mental yang Perlu Kamu Waspadai
Gejala tekanan mental bisa bervariasi pada tiap orang, mulai dari yang ringan hingga berat. Beberapa gejala umum yang mungkin kamu alami saat menghadapi tekanan mental:
Gejala Fisik
Mental distress seringkali menimbulkan berbagai gejala fisik yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Beberapa gejala fisik yang umum dialami oleh orang dengan tekanan mental antara lain:
1. Gangguan tidur
Kesulitan untuk tidur di malam hari atau justru tidur terlalu banyak merupakan salah satu indikasi adanya masalah kesehatan mental. Orang dengan depresi atau kecemasan seringkali mengalami insomnia, yaitu kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur.
Mereka bisa terjaga hingga larut malam, sering terbangun, atau bangun terlalu cepat. Di sisi lain, sebagian justru mengalami hipersomnia atau tidur berlebihan hingga 10 jam sehari tapi tetap merasa lelah.
2. Perubahan nafsu makan
Hilangnya nafsu makan secara drastis hingga menyebabkan penurunan berat badan signifikan bisa menjadi tanda adanya depresi atau gangguan makan seperti anoreksia.
Sebaliknya, sebagian orang justru makan secara kompulsif sebagai pelarian dari stres dan kecemasan, yang berisiko menyebabkan obesitas.
3. Nyeri dan pegal linu
Keluhan nyeri kepala, migren, pegal di leher dan punggung, serta nyeri kronis yang sulit dijelaskan seringkali merupakan manifestasi fisik dari tekanan mental yang tidak tertangani. Stres dan kecemasan diketahui dapat meningkatkan ketegangan otot, memicu peradangan, d
an mengubah persepsi otak terhadap rasa sakit.
4. Masalah pencernaan
Sakit maag, mual, kembung, diare atau sembelit yang tidak dapat dijelaskan secara medis bisa jadi merupakan gejala tekanan mental. Ini karena otak dan usus memiliki koneksi yang kuat.
Gangguan mood seperti depresi dan kecemasan dapat memengaruhi gerakan dan fungsi usus melalui saraf, hormon, dan perubahan mikrobiota usus.
5. Kelelahan kronis
Perasaan sangat lelah dan kehilangan energi yang terus-menerus meski sudah beristirahat merupakan keluhan umum pada orang dengan depresi, kecemasan, atau stres kronis.
Kelelahan ini bisa sangat ekstrem hingga membuat aktivitas ringan seperti mandi atau berpakaian pun terasa melelahkan. Kondisi ini dikenal sebagai fatigue.
Gejala Mental dan Emosional
Selain gejala fisik, tekanan mental juga menimbulkan perubahan pada pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Beberapa gejala mental dan emosional yang perlu diwaspadai antara lain:
1. Perubahan suasana hati
Mood yang tidak stabil, mudah marah atau tersinggung, serta sering merasa sedih, cemas, hampa, atau putus asa merupakan tanda umum gangguan kesehatan mental.
Orang dengan gangguan bipolar bisa mengalami episode mania yaitu perasaan sangat gembira, optimis, dan energik yang silih berganti dengan episode depresi.
2. Kesulitan berkonsentrasi
Penurunan kemampuan untuk fokus, mengingat informasi, dan membuat keputusan bisa menjadi indikasi adanya masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, ADHD, atau demensia.
Orang dengan tekanan mental seringkali merasa pikirannya berkabut, bingung, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
3. Menarik diri dari hubungan sosial
Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, menarik diri dari kegiatan sosial yang disukai, atau bahkan mengurung diri di rumah bisa menjadi tanda depresi atau fobia sosial.
Orang dengan tekanan mental seringkali merasa tidak nyaman berada di keramaian dan berusaha menghindari situasi sosial.
4. Pikiran negatif berulang
Orang dengan depresi atau gangguan kecemasan seringkali terjebak dalam lingkaran pikiran negatif yang sulit dikendalikan. Mereka bisa terus-menerus merasa bersalah, tidak berharga, khawatir berlebihan akan masa depan, atau bahkan memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri. Pada kasus yang parah, bisa muncul delusi atau waham.
5. Perubahan perilaku signifikan
Tekanan mental berat bisa menyebabkan perubahan perilaku yang tidak biasa seperti bicara atau bergerak sangat cepat, melakukan tindakan impulsif atau berisiko, hingga munculnya perilaku kompulsif atau obsesif.
Penyalahgunaan alkohol dan NAPZA juga sering digunakan sebagai pelarian dari tekanan mental.
Gejala Psikotik
Pada sebagian kecil kasus, mental distress yang sangat berat bisa berkembang menjadi gangguan psikotik seperti skizofrenia atau gangguan bipolar dengan ciri psikotik. Beberapa gejala psikotik yang mungkin muncul antara lain:
1. Delusi
Delusi adalah keyakinan yang salah tapi dipegang teguh, misalnya merasa dikejar-kejar atau diintai, merasa dirinya adalah seorang nabi atau superhero, yakin pasangannya berselingkuh tanpa bukti, dan sebagainya. Delusi sulit dipatahkan dengan penjelasan logis.
2. Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi panca indera tanpa adanya stimulus nyata, misalnya mendengar suara-suara, melihat bayangan atau benda yang tidak ada, mencium bau aneh, atau merasakan sensasi di kulit. Halusinasi terasa sangat nyata bagi pengidapnya.
3. Bicara atau perilaku kacau
Orang dengan gangguan psikotik seringkali berbicara dengan kalimat yang tidak koheren, melompat-lompat dari satu topik ke topik lain, membuat kata-kata baru, atau mengulang-ulang kata tertentu. Perilakunya juga bisa tampak aneh dan tidak sesuai situasi.
Gejala tekanan mental sangat beragam dan bisa mengenai berbagai aspek kehidupan. Jika kamu mengalami beberapa gejala di atas secara persisten dan mengganggu keberfungsian sehari-hari, jangan ragu untuk segera mencari pertolongan profesional.
Semakin cepat ditangani, prognosisnya akan semakin baik. Ingatlah bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik dan kamu layak mendapatkan bantuan.
Bagaimana Mengenali Gejala Mental Distress Lebih Awal?
Berikut adalah beberapa cara untuk mengenali gejala tekanan mental lebih awal:
1. Perhatikan perubahan perilaku dan kebiasaan
Amati apakah ada perubahan signifikan dalam pola tidur, pola makan, minat pada aktivitas yang biasa disukai, atau penarikan diri dari interaksi sosial. Perubahan perilaku yang tiba-tiba dan berlangsung lama bisa menjadi tanda awal adanya masalah.
2. Waspadai gejala fisik yang muncul tanpa sebab jelas
Keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri kronis, gangguan pencernaan, atau kelelahan yang terus-menerus tanpa penyebab medis yang jelas bisa merupakan manifestasi dari tekanan mental. Jangan abaikan gejala fisik yang berulang.
3. Perhatikan perubahan suasana hati dan emosi
Jika Anda atau orang terdekat mengalami perubahan mood yang drastis, mudah marah atau tersinggung, sering merasa cemas, sedih atau putus asa dalam jangka waktu lama, ini bisa menjadi tanda awal adanya gangguan mental yang perlu diwaspadai.
4. Amati pola pikir dan persepsi
Pikiran negatif yang berulang, perasaan tidak berharga, kehilangan motivasi dan minat, kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan bisa menjadi indikasi adanya masalah kesehatan mental. Waspadai juga jika muncul pikiran untuk menyakiti diri sendiri.
5. Jangan remehkan perasaan dan keluhan
Sering kali orang cenderung mengabaikan atau menyangkal gejala tekanan mental karena dianggap hal yang memalukan. Padahal semakin cepat dikenali dan ditangani, prognosisnya akan semakin baik. Jadi jangan ragu untuk berbicara dan mencari bantuan sejak dini.
6. Lakukan skrining kesehatan mental
Beberapa tes skrining sederhana seperti Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) untuk depresi atau Generalized Anxiety Disorder-7 (GAD-7) bisa membantu mendeteksi gejala gangguan mental lebih dini. Tes ini bisa dilakukan mandiri atau dengan bantuan profesional kesehatan.
7. Jaga komunikasi dan kepedulian
Penting bagi kita untuk saling peduli, menjalin komunikasi yang terbuka, dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental. Dengan saling memperhatikan, kita bisa lebih cepat mengenali jika ada perubahan atau gejala yang mengkhawatirkan pada diri sendiri maupun orang-orang terdekat.
Mengenali tanda awal tekanan mental memang tidak selalu mudah karena gejalanya beragam dan bisa jadi samar. Namun dengan kepedulian dan kesadaran yang tinggi, kita bisa mencegah masalah kesehatan mental berkembang menjadi lebih berat. Jangan sungkan mencari informasi dan bantuan profesional jika diperlukan.
Apa Saja Penyebab Tekanan Mental?
Berbagai faktor bisa memicu munculnya tekanan mental, di antaranya:
1. Peristiwa hidup yang menekan
Peristiwa berat seperti kehilangan orang yang dicintai, perceraian, PHK, atau trauma masa kecil bisa memicu tekanan mental. Tekanan juga bisa berasal dari masalah sehari-hari yang menumpuk.
2. Ketidakseimbangan kimiawi otak
Ketidakseimbangan neurotransmiter seperti serotonin dan dopamin di otak bisa menyebabkan perubahan suasana hati dan perilaku. Ini bisa dipicu oleh faktor genetik atau penggunaan NAPZA.
3. Penyakit fisik
Beberapa penyakit kronis seperti kanker, stroke, atau penyakit jantung berisiko memicu tekanan mental akibat rasa sakit dan perubahan hidup yang dialami.
4. Faktor sosial ekonomi
Kemiskinan, pengangguran, diskriminasi, dan ketimpangan sosial juga berkontribusi pada tingginya prevalensi tekanan mental di kelompok marginal.
Kelompok yang Rentan Mengalami Tekanan Mental
Meski bisa dialami siapa saja, ada beberapa kelompok yang lebih rentan mengalami tekanan mental:
1. Perempuan
Perempuan hampir 2 kali lebih mungkin mengalami gangguan kecemasan dibanding laki-laki. Tekanan di masa kehamilan dan pasca melahirkan juga umum terjadi.
2. Remaja dan dewasa muda
Sekitar 14% remaja usia 10-19 tahun mengalami kondisi kesehatan mental. Masalah akademis, bullying, dan penyalahgunaan NAPZA meningkatkan risiko tekanan mental di usia ini.
3. Lansia
Masalah kesehatan kronis, kehilangan pasangan, dan isolasi sosial membuat lansia rentan depresi dan penurunan fungsi kognitif.
4. Penyintas kejadian traumatis
Penyintas kekerasan, bencana alam, atau konflik bersenjata berisiko tinggi mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Bagaimana Mengatasi Tekanan Mental?
Jika kamu mengalami gejala tekanan mental yang mengganggu kehidupanmu, jangan sungkan mencari bantuan. Berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan:
1. Bicarakan dengan orang yang kamu percaya
Ungkapkan apa yang kamu rasakan pada teman, keluarga, atau orang yang kamu percayai. Jangan pendam sendiri bebanmu.
2. Cari bantuan profesional
Jika gejala berlanjut, segera temui profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater. Mereka akan membantumu dengan terapi yang sesuai.
3. Ubah gaya hidup
Olahraga teratur, tidur cukup, makan bergizi, dan menghindari minuman keras bisa memperbaiki suasana hatimu.
4. Kelola stres
Belajar teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau deep breathing. Luangkan waktu untuk melakukan hobi dan hal yang kamu sukai.
Mental distress bukanlah tanda kelemahan dan bukan hal yang memalukan. Dengan kepedulian dari orang sekitar dan penanganan yang tepat, kondisi ini bisa membaik. Jadi jangan ragu untuk berbicara dan mencari bantuan ya!
Referensi: