Panic disorder dan agorafobia sering muncul bersamaan, tapi sebenarnya keduanya adalah gangguan yang berbeda. Penting untuk bisa membedakannya agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat.
Pernahkah kamu tiba-tiba merasa jantungmu berdebar kencang, napas sesak, pusing, mual, dan ketakutan yang amat sangat seolah-olah kamu akan mati? Jika kamu pernah mengalaminya, bisa jadi kamu mengalami serangan panik.
Nah, jika serangan panik ini terjadi berulang kali tanpa dipicu situasi tertentu, kamu mungkin mengidap panic disorder. Bahkan, sebagian orang dengan panic disorder juga mengembangkan agorafobia, yaitu ketakutan berada di tempat atau situasi di mana sulit untuk melarikan diri.
Waduh, kedengarannya seram ya! Tapi tenang, jangan panik dulu. Mari kita bahas lebih lanjut tentang panic disorder dan agorafobia, serta bedanya. Dengan memahami lebih dalam tentang kedua gangguan kecemasan (anxiety disorder) ini, kamu bisa mengenali gejalanya dan tahu kapan harus mencari pertolongan.
Apa itu Panic Disorder?
Panic disorder adalah gangguan kecemasan di mana seseorang mengalami serangan panik berulang yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga. Hal ini membuat penderitanya menjadi sangat takut dan khawatir akan mengalami serangan panik berikutnya.
Serangan panik sendiri adalah rasa takut atau tidak nyaman yang intens, yang muncul dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam beberapa menit. Saat serangan panik terjadi, kamu mungkin mengalami beberapa gejala fisik berikut:
- Jantung berdebar atau berdetak kencang
- Berkeringat
- Gemetar atau menggigil
- Napas pendek atau merasa tercekik
- Nyeri dada
- Mual atau gangguan perut
- Pusing, limbung, lemas
- Rasa dingin atau panas
- Mati rasa atau kesemutan
- Merasa tidak nyata (depersonalisasi) atau terlepas dari diri sendiri (derealisasi)
- Takut kehilangan kendali atau “menjadi gila”
- Takut mati
Setidaknya satu dari serangan panik ini diikuti rasa khawatir terus-menerus selama sebulan atau lebih tentang kemungkinan serangan berikutnya dan/atau perubahan perilaku yang signifikan terkait serangan panik.
Lalu Apa itu Agorafobia?
Agorafobia sering kali dianggap sebagai ketakutan pada ruang terbuka. Padahal sebenarnya, agorafobia adalah rasa takut atau cemas berada di situasi di mana seseorang merasa sulit melarikan diri atau mendapat pertolongan jika terjadi sesuatu yang memalukan atau mengancam.
Situasi yang umumnya dihindari oleh penderita agorafobia antara lain:
- Menggunakan transportasi umum seperti bus, kereta, pesawat
- Berada di ruang terbuka seperti tempat parkir, jembatan, lapangan luas
- Berada di ruang tertutup seperti bioskop, toko, lift
- Mengantri atau berada di keramaian
- Berada di luar rumah sendirian
Ketakutan pada situasi-situasi ini biasanya dipicu oleh pengalaman buruk sebelumnya, misalnya pernah mengalami serangan panik di tempat tersebut. Akibatnya, penderita agorafobia akan menghindari situasi dan tempat pemicu tersebut, yang justru semakin menguatkan rasa takutnya.
Apa Perbedaan Panic Disorder dan Agorafobia?
Meskipun sering muncul bersamaan, sebenarnya panic disorder dan agorafobia adalah dua gangguan yang berbeda. Perbedaan utamanya adalah:
- Panic disorder berfokus pada ketakutan akan serangan panik itu sendiri. Sementara agorafobia lebih pada ketakutan berada di situasi di mana sulit melarikan diri atau mendapat bantuan.
- Tidak semua orang dengan panic disorder mengembangkan agorafobia. Sebaliknya, tidak semua penderita agorafobia mengalami serangan panik.
- Pada panic disorder, serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan tidak dipicu situasi tertentu. Sedangkan pada agorafobia, ketakutan dipicu oleh situasi atau tempat spesifik.
- Panic disorder umumnya muncul pertama kali pada usia dewasa muda. Sementara onset agorafobia bisa lebih bervariasi.
Meski demikian, kedua gangguan ini sama-sama melibatkan rasa takut yang berlebihan dan bisa sangat mengganggu kehidupan sehari-hari jika tidak ditangani.
Bagaimana Gejala Panic Disorder dan Agorafobia pada Anak atau Remaja?
Panic disorder dan agorafobia juga bisa muncul pada anak-anak dan remaja, meski lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Namun, anak-anak mungkin kesulitan menggambarkan gejala psikologis yang mereka alami.
Yang mungkin terlihat adalah perubahan perilaku seperti:
- Tiba-tiba menjadi sangat ketakutan atau gelisah tanpa alasan jelas
- Menolak pergi ke sekolah atau tempat lain yang sebelumnya tidak masalah
- Menjadi sangat lengket dan rewel
- Sering menangis atau mengamuk
- Mengeluh sakit perut, pusing, atau gejala fisik lainnya
Sementara pada remaja yang lebih bisa mengekspresikan perasaannya, mereka mungkin bisa menyebutkan bahwa mereka mengalami “serangan panik”. Namun, mereka bisa jadi malu atau tidak mau terbuka membahasnya.
Karena itu, penting bagi orang tua untuk peka terhadap perubahan perilaku anaknya. Jika dicurigai mengalami gangguan kecemasan, segeralah berkonsultasi pada dokter atau psikolog anak untuk penanganan lebih lanjut.
Bagaimana Panic Disorder dan Agorafobia Ditangani?
Tanpa penanganan yang tepat, panic disorder dan agorafobia bisa sangat mengganggu kualitas hidup penderitanya. Namun jangan khawatir, ada harapan untuk mengatasinya.
Langkah pertama tentu saja berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental untuk mendapat diagnosis yang akurat. Dokter juga perlu menyingkirkan kemungkinan penyebab fisik dari gejala-gejala yang dialami.
Penanganan untuk panic disorder dan agorafobia umumnya melibatkan kombinasi obat-obatan dan psikoterapi. Obat yang mungkin diresepkan antara lain:
- Antidepresan golongan SSRI dan SNRI, yang juga efektif untuk gangguan kecemasan
- Beta blocker untuk meredakan gejala fisik seperti jantung berdebar
- Benzodiazepin untuk meredakan gejala kecemasan atau panik akut, dengan efek yang cepat namun berpotensi menimbulkan ketergantungan
Di sisi lain, psikoterapi yang terbukti efektif adalah Cognitive-Behavioral Therapy (CBT). Terapi ini membantu penderita untuk mengubah cara berpikir dan berperilaku yang memicu kecemasan.
Beberapa teknik CBT yang berguna antara lain:
- Paparan bertahap terhadap pemicu kecemasan, baik sensasi fisik maupun situasi yang dihindari
- Latihan pernapasan dan relaksasi untuk menurunkan kecemasan
- Menantang pikiran yang keliru, misalnya mengubah “Aku dalam bahaya” menjadi “Tubuhku mengatakan aku dalam bahaya, tapi sebenarnya aku aman”
Intervensi lain yang bisa membantu adalah biofeedback, mindfulness, mengurangi kafein, gula, nikotin, olahraga teratur, tidur cukup, dan tidak terlalu sering mengecek tanda vital.
Jangan Malu Mencari Bantuan
Panic disorder dan agorafobia memang menakutkan, tapi kamu tidak sendirian menghadapinya. Dengan penanganan yang tepat, gejala-gejalanya bisa dikendalikan dan kualitas hidupmu bisa meningkat.
Karena itu, jangan ragu atau malu untuk meminta bantuan pada profesional kesehatan mental jika kamu atau orang yang kamu sayangi mengalami gejala panic disorder atau agorafobia. Ingatlah, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Kamu layak mendapatkan pertolongan dan dukungan untuk mengatasi rasa takut yang menghantui. Percayalah, ada harapan selalu ada dan kamu punya kekuatan dalam dirimu untuk mengalahkan ketakutanmu. Satu langkah kecil untuk mencari bantuan bisa menjadi awal dari perubahan besar dalam hidupmu.
Referensi: