Mental illness atau penyakit mental masih sering disalahpahami oleh banyak orang. Stigma dan mitos yang keliru mengenai mental illness masih terus berkembang di masyarakat. Hal ini menyebabkan banyak penderita penyakit mental enggan untuk mencari pertolongan dan mendapatkan penanganan yang tepat.
Padahal, mental illness adalah kondisi kesehatan yang sama seriusnya dengan penyakit fisik lainnya seperti diabetes atau penyakit jantung. Memahami dengan benar apa itu mental illness menjadi langkah penting untuk menghilangkan stigma dan mendorong lebih banyak orang mendapatkan penanganan yang tepat.
Apa itu Mental Illness?
Mental illness merujuk pada sekelompok kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan signifikan pada emosi, pola pikir, atau perilaku seseorang. Perubahan ini seringkali menyebabkan distres dan gangguan fungsi dalam aktivitas sosial, pekerjaan, atau keluarga.
Penyakit mental cukup umum terjadi. Dalam setahun, lebih dari 1 dari 5 orang dewasa di Amerika Serikat mengalami gangguan mental yang dapat didiagnosis. 1 dari 20 orang dewasa mengalami penyakit mental serius. Separuh dari semua penyakit mental kronis dimulai pada usia 14 tahun.
Jenis-Jenis Mental Illness
Ada banyak jenis mental illness dengan gejala yang berbeda-beda. Beberapa jenis penyakit mental yang umum antara lain:
- Gangguan kecemasan (anxiety disorders): ditandai dengan rasa takut dan khawatir yang berlebihan. Contohnya gangguan panik, fobia, gangguan kecemasan umum.
- Gangguan suasana hati (mood disorders): ditandai dengan perubahan suasana hati yang drastis. Contohnya depresi, gangguan bipolar.
- Gangguan makan (eating disorders): ditandai dengan pola makan yang tidak normal. Contohnya anoreksia, bulimia.
- Gangguan kepribadian (personality disorders): ditandai dengan pola perilaku dan fungsi interpersonal yang maladaptif.
- Gangguan psikotik: ditandai dengan halusinasi, delusi, dan pemikiran yang kacau. Contohnya skizofrenia.
- Gangguan terkait trauma: muncul setelah peristiwa traumatis. Contohnya gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Penyebab Mental Illness
Penyebab pasti dari mental illness masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, para ahli percaya ada kombinasi faktor yang berperan, yaitu:
- Faktor genetik: riwayat keluarga dengan mental illness meningkatkan risiko.
- Faktor lingkungan: pengalaman traumatis, pelecehan, penelantaran di masa kecil.
- Faktor biologis: ketidakseimbangan kimiawi otak, cedera otak, penyakit kronis.
- Penggunaan narkoba dan alkohol
- Faktor psikologis: pola pikir negatif, harga diri rendah, kemampuan mengatasi stres yang buruk.
Gejala Mental Illness
Gejala penyakit mental bervariasi tergantung jenisnya. Namun secara umum, beberapa tanda yang perlu diwaspadai:
- Perubahan suasana hati yang drastis
- Penarikan diri dari teman dan aktivitas
- Penurunan kemampuan berpikir atau konsentrasi
- Rasa takut, khawatir atau cemas yang berlebihan
- Perubahan pola makan atau tidur yang signifikan
- Mudah tersinggung, marah atau sedih
- Delusi, halusinasi, pemikiran yang kacau
- Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri
Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala-gejala di atas, segeralah cari pertolongan dari profesional kesehatan mental.
Diagnosis Mental Illness
Diagnosis penyakit mental dilakukan oleh profesional kesehatan mental seperti psikiater, psikolog klinis, atau konselor berlisensi. Mereka akan melakukan wawancara, observasi perilaku, dan tes psikologis untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders). Menegakkan diagnosis yang tepat penting agar bisa memberikan penanganan yang sesuai.
Pengobatan Penyakit Mental
Kabar baiknya, sebagian besar penyakit mental dapat diobati. Pengobatan yang efektif umumnya melibatkan kombinasi terapi psikologis (konseling), obat-obatan, dan dukungan sosial. Beberapa pilihan terapi antara lain:
- Psikoterapi: terapi bicara untuk membantu mengelola gejala, mengubah pola pikir dan perilaku negatif.
- Obat-obatan: antidepresan, antipsikotik, penstabil suasana hati untuk memperbaiki fungsi otak.
- Rawat inap: untuk kasus berat yang butuh pengawasan intensif.
- Terapi perilaku kognitif (CBT): mengubah pola pikir negatif yang memicu gejala.
- Dukungan kelompok: berbagi pengalaman dengan orang lain yang mengalami hal serupa.
Selain itu, perubahan gaya hidup juga membantu, seperti olahraga teratur, diet seimbang, tidur cukup, dan menghindari alkohol/narkoba.
Stigma dan Diskriminasi
Namun sayangnya, stigma dan diskriminasi masih kerap menghalangi penderita mental illness untuk mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Mereka seringkali dianggap lemah, berbahaya, atau “kurang iman”.
Banyak yang enggan mencari pertolongan karena takut dikucilkan atau dianggap ‘gila’. Padahal dengan diagnosis dini dan penanganan yang tepat, sebagian besar penderita penyakit mental bisa pulih dan kembali menjalani hidup yang produktif.
Untuk menghilangkan stigma, kita semua perlu lebih memahami dan berempati pada penderita penyakit mental. Berikan dukungan alih-alih penghakiman. Dorong mereka untuk berani mencari pertolongan.
Dan yang terpenting, kita harus mengubah cara pandang terhadap penyakit mental. Mental illness adalah kondisi medis, sama seperti diabetes atau penyakit jantung. Kita tidak akan menyalahkan penderita diabetes, bukan? Maka kita juga tidak boleh mendiskriminasi penderita penyakit mental.
Pencegahan Mental Illness
Kita semua punya peran untuk menjaga kesehatan mental, baik untuk diri sendiri maupun orang-orang di sekitar kita. Beberapa langkah yang bisa kita lakukan:
- Kembangkan mekanisme penanganan stres yang sehat
- Jaga hubungan yang positif dan saling mendukung dengan orang lain
- Lakukan kegiatan yang bermakna dan menyenangkan
- Jaga kesehatan fisik dengan olahraga dan makan makanan bergizi
- Hindari alkohol dan narkoba
- Cari pertolongan sejak dini jika mengalami gejala
Jika kita semua lebih peduli dan suportif terhadap kesehatan mental, kita bisa mencegah berkembangnya penyakit mental dan menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara emosional.
Penyakit mental memang masih dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Namun dengan pemahaman yang tepat, kita bisa menghilangkan stigma dan memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh para penderitanya. Ingatlah, penyakit mental dapat menimpa siapa saja, tidak peduli latar belakang.
Mari kita lebih berempati dan peduli pada kesehatan mental kita dan orang-orang di sekitar kita. Bersama, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan suportif terhadap penderita mental illness.
Referensi: